Majalah dinding atau mading merupakan media komunikasi yang telah
dikenal lama oleh masyarakat. Mading tidak hanya dibuat oleh siswa di
sekolah, namun juga diciptakan dan dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Saat mendengar kata mading, sesuai kepanjangannya, majalah dinding,
tentu saja yang terbayang dalam benak kita adalah majalah yang terpasang
di dinding. Anggapan itu tidak keliru karena prinsip dasar yang ada
pada mading layaknya pada majalah. Penyajiannya menggunakan media papan
(tripleks, karton, gabus, atau bahan lain) yang dipampang pada dinding.
Rubrik-rubrik mading sama dengan rubrik-rubrik majalah. Tata letak
mading juga tidak jauh berbeda dengan majalah pada umumnya, hanya saja
dalam mading lebih sederhana, semua rubrik ditempatkan pada satu halaman
atau muka saja.
Materi mading itu sendiri, menyesuaikan tempat mading itu berada.
Mading yang ditempatkan di sekolah tingkat SMP/MTs dan SMU/MA berisi
tulisan-tulisan yang disesuaikan dengan karakter sekolah-sekolah
tersebut. Selain tulisan, mading juga dilengkapi gambar, misal karikatur
atau gambar lain. Hanya saja, untuk tingkat tersebut tulisan tetap
lebih dominan. Sementara itu, pada jenjang pendidikan yang lebih rendah,
seperti SD dan TK, gambar lebih dominan daripada tulisan.
Ragam Tulisan Mading
Rubrik mading sekolah dapat beragam sesuai kreativitas pengelola dan
kebutuhan pembaca atau warga sebuah sekolah. Rubrik yang dihadirkan
untuk sekolah menengah (SMP-SMA dan MTs-MA) didominasi oleh tulisan
jurnalisme, opini, dan sastra. Sisahnya adalah jatah rubrik yang
berhubungan dengan kreativitas seni, misalnya fotografi dan album foto,
komik pendek, karikatur, lukisan, ilustrasi, dan sebagainya.
Nursisto (2003: 29-38) mengungkapkan, tulisan yang lazim muncul dalam mading adalah
spot news,
feature, dan
reportase.
Reportase sebenarnya hanyalah proses dalam pengumpulan data. Jadi,
pengelompokan tulisan yang mungkin dilakukan di mading adalah
news,
feature, opini, dan sastra.
News adalah tulisan yang disajikan secara langsung dan apa adanya yang biasanya menjadi andalan surat kabar harian.
News dibangun dengan sistem 5W + 1H (
what, who, where, when, why, dan
how).
What mengupas apa yang terjadi,
who berkenaan dengan pelaku peristiwa,
where memuat tempat terjadi peristiwa yang diberitakan,
when bersinggungan dengan waktu terjadi peristiwa,
why menjawab masalah sebab terjadi peristiwa, dan
how menghadirkan informasi tentang bagaimana kejadiannya. Pada majalah dinding,
news biasanya hanya berupa tulisan pendek, bahkan kadangkala hanya ditampilkan dalam bentuk berita foto yang disertai
caption (tulisan di bawah foto atau gambar yang berfungi sebagai keterangan).
Tulisan
feature bisa dikatakan lebih ringan daripada berita (dan artikel opini). Namun, bukan berarti
feature bisa dianggap enteng. Ciri khas
feature
adalah bagaimana penulis berkreativitas (dalam menulis), menyajikan
tulisan yang informatif (isinya), dan menghibur (cara penyajian, bahasa,
dan penuturannya). Tulisan jenis ini terbagi menjadi
news feature,
science feature, dan
human interest feature.
News feature
muncul bersamaan dengan terjadinya peristiwa (tepatnya beberapa saat
setelah peristiwa terjadi). Berita disajikan dengan disertai proses
terjadinya.
Science feature ditandai dengan kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan. Sementara itu,
human interest feature adalah
feature
yang lebih banyak menuturkan situasi yang menimpa seesorang dengan cara
penyajian yang menyentuh hati dan menyentil perasaan (Suroso, 2001:
94).
Baik
news maupun
feature, harus ditulis berdasarkan
proses reportase. Proses reportase dilakukan melalui observasi,
interview (wawancara), hingga riset (penelitian atau pengamatan intensif
dan cermat baik secara langsung maupun dengan studi pustaka).
Jenis tulisan yang juga menjadi favorit mading dan surat kabar pada
umumnya adalah artikel opini. Menurut Suroso (2001), artikel opini
merupakan tulisan yang berisi gagasan, ulasan, atau kritik terhadap
suatu persoalan yang ada dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang
ditulis dengan bahasa ilmiah populer. Atikel opini ini terbagi menjadi
pengetahuan populer, penuntun praktis (
guidance), politik,
olahraga, dan kebudayaan. Data untuk penulisan artikel ini dapat
diperoleh melalui wawancara, penelitian atau penyelidikan langsung, dan
bahan cetakan.
Terdapat perbedaan mendasar antara tulisan
feature (dan
news)
dengan artikel opini. Suroso (2001: 96-97) mengungkap bahwa artikel
opini membuat orang berpikir dan isinya menyangkut analisis, pendapat,
saran, yang penuh muatan sebab-musabab. Tulisan opini didorong oleh
alasan-alasan ilmiah yang mengandung resiko polemik, baik yang bersifat
mendukung maupun membantah. Hal ini berbeda dengan
feature,
feature
lebih bersifat rileks, berpengaruh pada perasaan pembaca, membuat
pembaca menjadi senang, terharu, bersemangat, bahkan menangis. Walaupun
begitu, setiap media mempunyai gaya sendiri dalam menyampaikan
tulisan-tulisannya.
Kemudian, jenis keempat yang kerap menghiasi wajah mading adalah
jenis tulisan sastra, yaitu cerbung, cerpen, dan puisi. Namun, lazimnya,
yang terpublikasi hanyalah cerpen dan puisi, sementara cerbung jarang
ditampilkan berkenaan sulitnya mendapatkan tulisan yang bermutu dan
layak untuk diterbitkan di mading.
Untuk menghadirkan semua jenis tulisan tersebut pengelola (redaktur
tiap-tiap rubrik) harus memberitahukannya secara luas pada semua warga
sekolah, misalnya melalui pemberitaan pada edisi sebelumnya, pada
majalah-majalah biasanya tertulis:
Tema Edisi Depan (Berikutnya).
Melalui pemberitaan tersebut, para siswa, karyawan, dan guru memiliki
informasi yang jelas dan waktu cukup untuk menulis sesuai minatnya.
Dalam pengumpulan tulisan tersebut, pengelola harus membatasi waktu
penyerahan tulisan dengan menyisahkan waktu untuk proses penenerbitan,
mulai penyeleksian,
editing atau penyuntingan, hingga
layout atau perwajahan. Untuk itu, para redaktur harus memilih naskah terbaik secara objektif.
Manfaat Mading
Banyak manfaat yang diperoleh dari mading. Mading dapat dijadikan
media komunikasi. Tulisan pada mading merupakan bentuk komunikasi
antarpihak tertentu. Tulisan tersebut menghadirkan informasi atau
peristiwa yang terjadi dalam lingkup tertentu pula. Sebagai contoh,
mading di sekolah, tentu akan menuliskan berita berkenaan dengan
kegiatan atau info sekolah, hal yang didak akan didapatkan dari koran
atau majalah pada umumnya. Pembaca mading yang merasa berkepentingan
dengan berita tersebut barangkali tidak hanya sekadar membaca, namun
juga merespons atau menanggapinya. Di sinilah akan terjadi komunikasi
antara redaksi mading dengan pembaca, antara pembaca dengan pembaca
lain.
Mading juga dapat dijadikan wadah untuk menampung kreativitas. Mading
tidak hanya menampilkan tulisan dalam rubriknya, namun juga kreasi seni
visual dan kerajinan. Kreativitas seni tidak hanya mengusung keindahan,
akan tetapi juga mempertimbangkan segi ekonomis dan pemanfaatan
benda-benda di sekitar. Demikian pula dengan tulisan dalam setiap
rubriknya. Redaktur harus jeli memilih berita yang ada di lingkungannya
kemudian mengolahnya menjadi berita yang menarik.
Dari mading, redaktur dan pembaca akan banyak belajar. Redaktur
mading dalam mempersiapkan lahirnya mading dalam setiap edisinya tentu
membutuhkan pengetahuan atau informasi yang tidak sedikit. Tentunya
secara tidak langsung siswa ditugasi menulis salah satu tulisan akan
banyak membaca. Bagaimana pun juga keterampilan menulis harus dibekali
dengan pengetahuan yang luas. Sementara pembaca mading selain
mendapatkan informasi dari mading, ia akan termotivasi untuk menggali
pengetahuan lebih lanjut. Tulisan dalam mading sifatnya ringkas karena
terbatas luasnya media. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut pembaca
dapat mencarinya melalui media lain (surat kabar, internet, dsb).
Siswa atau orang-orang yang tergabung dalam redaksi mading akan
belajar berorganisasi. Mereka belajar mengurus suatu penerbitan. Dalam
menghadirkan sebuah mading perlu proses panjang, mulai dari pengumpulan
bahan, penyuntingan hingga penyelesaian. Setiap redaktur mau tidak mau
belajar bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diembannya. Tujuannya
tidak lain agar mading selesai tepat waktu. Keterlambatan terbitnya
mading akan berpengaruh terhadap isi berita yang ditulis. Berita sudah
tidak aktual atau basi sehingga kehadiran mading berkurang fungsinya.
Mading dan Aktivitas Baca-Tulis
Dalam belajar bahasa Indonesia ada empat keterampilan yang harus
dikuasai siswa. Keempat keterampilan tersebut adalah menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Kalau dipasangkan, maka menyimak atau
mendengarkan akan berpasangan dengan berbicara, sedangkan membaca
berpasangan dengan menulis. Pasangan keterampilan berbahasa tersebut
saling mempengaruhi. Aktivitas berbicara dibarengi aktivitas menyimak.
Keberhasilan menyimak akan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara.
Demikian pula dengan keterampilan menulis, keterampilan ini sangat erat
hubungannya dengan keterampilan membaca. Menulis merupakan bentuk
penuangan ide dari hasil membaca. Semakin banyak membaca, semakin banyak
pula informasi yang dapat disampaikan melalui tulisan.
Kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs untuk keterampilan membaca dan menulis menuntut siswa untuk dapat
menyimpulkan
isi bacaan setelah membaca cepat 200 kata per menit, menemukan gagasan
utama dalam teks yang dibaca, membedakan antara fakta dan opini,
menganalisis nilai-nilai kehidupan dalam cerpen, menulis kreatif puisi,
mengubah teks wawancara menjadi narasi, menulis laporan dengan bahasa
yang baik dan benar, menyunting karangan, menulis cerpen, serta
menulis surat pembaca.
Kompetensi dasar yang disyaratkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia
di atas tidak akan berhasil kalau hanya disampaikan selama 2 x 40 menit
di dalam kelas. Materi-materi tersebut sebaiknya dipraktikkan dan terus
dilatih agar menjadi keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan anak
didik.
Keberadaan mading sangat dekat dengan aktivitas baca-tulis. Sebelum
diterbitkan, redaktur akan mengumpulkan naskah atau tulisan. Tulisan
dapat berasal dari redakur sendiri maupun kontribusi pembaca. Dalam
proses penyaringan naskah tersebut diharapkan ada kompetisi untuk
menjadi yang terbaik hingga dipilih oleh redaktur rubrik untuk dimuat.
Dalam proses kompetisi tersebut ada proses pembacaan dan pembelajaran
menulis.
Para kontributor sebelum mengirimkan naskah setidaknya telah melalui
tahapan-tahapan menulis. Tahapan-tahapan tersebut mengumpulkan bahan,
menulis artikel, melakukan perbaikan (
revising), menyunting (
editing), pembacaan percobaan (
proof reading),
serta memublikasikan (mengirimkan tulisan). Dalam menyunting tulisan,
hal yang harus diperhatikan adalah tanda baca, huruf kapital, ejaan,
tata bahasa, dan keefektifan kalimat. Pada tahap pembacaan percobaan (
proof reading)
yang harus dilakukan adalah melakukan pembacaan percobaan, ini
sebaiknya dilakukan oleh pihak lain yang tidak ikut menulis naskah
tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah cara penyajian dapat
diterima dan enak dibaca oleh pembaca, serta apakah materi-materi yang
disampaikan dapat dipahami dengan baik (
Yuniati, 2008: 39).
Dalam pengiriman naskah, kontributor harus jeli mengamati materi rubrik
yang akan dibidiknya. Para kontributor dapat belajar dari edisi-edisi
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tulisan yang dibuat sesuai dengan
kebutuhan mading sehingga berpeluang untuk dimuat.
Kehadiran mading juga diharapkan mampu memotivasi siswa untuk membaca
dan menulis. Asumsinya, siswa akan aktif membaca tulisan yang ada di
mading karena yang menulis adalah temannya sendiri atau orang yang
dikenal. Hal ini juga akan memberi dorongan siswa untuk menulis seperti
yang telah dilakukan temannya. Selain itu, siswa lebih berani untuk
mengirimkan tulisannya karena seleksi naskah tidak seketat surat kabar
atau majalah yang dikonsumsi masyarakat luas.
Latihan menulis, mau tidak mau akan menguras energi yang tidak
sedikit. Wajar saja karena disinyalir bahwa penentu keberhasilan dalam
menulis adalah kerja keras. Bahkan, porsinya mencapai 90%. Kerja keras
di sini dimaksudkan sebagai aktivitas latihan, ketekunan, dan keinginan
untuk meningkatkan kualitas diri dengan selalu belajar. Belajar dapat
dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal seperti rutinitas
membaca dan menulis.
Akhirnya, bagaimana pun juga aktivitas permadingan dan baca-tulis
tidak terlepas dari peran aktif guru. Peran aktif para pendidik tersebut
sangat diharapkan berupa motivasi dan teladan dalam membaca dan
menulis. Jika para guru tidak mampu memberikan motivasi dan keteladan,
berbagai upaya yang dilakukan tidak akan banyak berhasil. Hal yang
paling krusial tentu adalah keteladanan, bagaimana para guru
meneladankan rutinitas membaca dan kebiasaan menulis pada para siswa
akan menentukan perkembangan baca-tulis siswa kemudian hari.
Aktivitas permadingan ini tentu perlu rangsangan lebih dengan
mengadakan kegiatan-kegiatan perlombaan, baik tingkat sekolah maupun
tingkatan yang lebih luas. Pada peristiwa seperti ini, para siswa dapat
mengukur (untuk kemudian meningkatkan) kemampuannya dalam menulis dan
mengelola mading. Pada lingkup internal mading sendiri, mungkin dapat
dilakukan pemilihan artikel terbaik sepanjang tahun, foto terbaik, dan
sebagainya.
Referensi
- Nursisto. 1999. Membina Majalah Dinding. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
- Suroso. 2001. Menuju Pers Demokrasi. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan.
- Yuniati, Siska. 2008. Menulis Resensi Buku. Yogyakarta: MTs Negeri Giriloyo.